Saturday, July 19, 2014

Menjadi seorang petani

Aku tak pernah berpikir menjadi seorang petani. Dengan mengacu pada jejak pendidikanku yang berkisar tentang IT, aku memang sengaja mengarahkan masa depanku saat itu pada teknologi informasi. Namun itu dulu. Saat itu aku masih sering menatap keatas pada kesuksesan tokoh tokoh komputer yang begitu sukses merajai dunia. Bill gates dan semacam itulah. Bagaimana seorang anak muda tidak ingin menjadi sukses seperti itu? Alangkah banyak hal yang kita bisa kita lakukan jika kita banyak uang, aku berpikir sesederhana itu.

Semenjak lulus, sesuai dengan pendidikanku, aku mulai mencari yang sesuai dengan ijazah. Beberapa kali melalui tes dan akhirnya di terima pada sebuah software house di Bali. Memang bukan duit yang aku cari saat itu, hanya sebuah pengakuan aku bisa menghidupi diri sendiri. Tapi memang dengan gaji itu aku bisa mencukupi kebutuhan semuanya. Hingga aku sadar setelah beberapa tahun kerja di belakang komputer, aku merasa tak bisa menjadi diri sendiri. Aku jarang bisa menikmati pekerjaanku. Pekerjaan di depan komputer tanpa sering berinteraksi di lapangan menjadikanku cepat bosan. Saat itulah aku mulai meragukan apakah aku mampu terus menjalani semua ini.

Saat ini, aku pulang kembali ke desa. Aku tak pernah menyangka akhirnya aku kembali ke asal. Menjadi petani. Berkutat dengan sawah dan kebun, membikin perencanaan penyemprotan pestisida, mengefektifkan jalur komunikasi dan eksekusi dari perencanaan ke lapangan, bagaimana meningkatkan nilai jual hasil panen. Namun ternyata, dengan itu semua, aku bisa temukan ketenangan, keceriaan. Melihat sawah yang menghijau, air jernih yang mengalir di kali, semangat para petani mengolah tanah, itu semua luar biasa, itu semua menyisakan perasaan tenang.

Tentu saja meski seorang petani aku masih menerapkan semua ilmu yang aku pernah pelajari. Sebisa mungkin segala hal yang bisa diterapkan akan aku terapkan. Dan kini impian yang ada adalah bagaimana meningkatkan pertanian ini semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraanku dan petani petani lain di sekitarku. Mungkin memang tidak menjadi seperti semakmur Bill gates, tapi aku yakin akan menjadi diri sendiri.

Friday, July 18, 2014

Kepahlawanan yang pudar posted at Feb 21, '09 11:15 PM in multiply

Negara ini dilahirkan dari ujung bedil,
dari darah pahlawan yang mengering,
dari keringat-keringat perjuangan yang
menguap. Lahir dari jiwa-jiwa yang
pantang menyerah untuk sebuah cita-
cita yang besar, yang mengisi hatinya
dengan semangat membara, yang
merelakan dagingnya menjadi
santapan pelor penjajah. Perang,
dalam masa itu, merupakan pilihan
terbaik, perdamaian, adalah impian
yang dibangun dan diawali dengan
perang untuk kemerdekaan tersebut.
Kita semua tahu, mimpi itu telah
tercapai, tetapi sekarang ada mimpi
yang lain, dan mimpi tentang
kemerdekaan bukanlah mimpi
generasi ini, mimpi tersebut sudah
basi, sebaiknya diceritakan sebagai
dongeng di pelajaran sejarah, atau
mungkin disebuah buku berdebu di
perpustakaan Negara.
Kita sering suka lupa akan besar jiwa
mereka, para pahlawan tersebut. Kita
lebih suka mendambakan pahlawan
yang lebih modern, lebih elit, berjas
rapi yang turun dari sebuah
limousine, yang memegang sebuah
gadget paling modern. Kita tidak
membutuhkan fosil sebagai bentuk
pahlawan, atau nama-nama yang
terukir di prasasti-prasasti yang ditulis
diatas marmer kusam. Dan kita tahu
juga, pemikiran seperti ini tak akan
mengoyak mereka, toh mereka sudah
tidak ada lagi hati dan daging. Kita ini
generasi kurang ajar, generasi malin
kundang pada ibu sejarah, ibunya
para pahlawan.
Sudah lagi tak ingat kebesaran sebuah
bangsa adalah penghargaan kepada
para pahlawannya. Rumus lain
penilaian kebesaran bangsa telah
dibangun, peran para pahlawan
disisihkan. Bukankah para pahlawan
kini cuma pantas sebagai iklan politik
lima tahunan? Dan mungkin
beberapa tahun lagi, artis akan
sebagai ganti para pahlawan tersebut.
Mereka yang cantik, yang cakep,
memang terlihat lebih enak dilayar
kaca, bisa lebih menabur mimpi. Dan
wajah yang bersih itu terasa lebih
dekat dari mereka yang telah
terbenam di kalang tanah.
Aku masih ingat beberapa, gambar-
gambar pahlawan Nasional di buku
sejarah waktu masih SD. Ada yang
memegang keris, bambu runcing,
mandau, dan tombak. Mereka tampak
jauh, ruang kosong waktu terbentang
lebar diantara aku dan wajah-wajah
itu. Dalam imajinasiku mereka berkata
dengan nada sendu “Kami yang kini
terbaring antara Krawang-Bekasi, tak
bisa teriak ‘Merdeka’ dan angkat
senjata lagi…”. Suara itu kini semakin
lemah, terserak diantara deru sinetron
dan iklan pemilu.
Mereka mungkin tak minta harga,
mereka menjual murah nyawa
dengan berharap bahwa akan ada
masa depan yang lebih baik bagi anak
cucunya, bagi generasi-generasi baru
yang lahir dari udara kemerdekaan,
bagi sebuah bangsa yang akan
disegani diseluruh dunia. Apakah
mereka terlalu banyak berharap?
Nada suara mereka makin muram
saat berkata “…Kami sudah coba apa
yang kami bisa, tapi kerja belum
selesai, belum apa-apa…”
Apakah mereka putus asa ketika
spongebob dan Patrick lebih dikenal
oleh bocah-bocah daripada nama
mereka?
…………………
Tak peduli harga
Tak peduli nyawa
Lahirku di depan mata
Kecewalah para pengelana, yang sirna
dibelantara.
Violachie
Kuta, Pebruari 2009

Tuesday, August 07, 2012

Tradisi Mbambleh posted at Aug 2, '09 12:27 AM in multiply

Mungkin yang akan saya paparkan ini
adalah sebuah hal yang sepertinya
tidak masuk akal. Namun saya
menempuh resiko dengan
memposting ini, karena mungkin dari
beberapa teman saya masih
menganggap ini sebuah rahasia yang
semestinya tidak diketahui publik.
Beberapa teman saya menganggap,
masyarakat dunia saat ini masih cukup
terbelakang untuk menerima sebuah
proses yang begini maju.
Ini berhubungan dengan masa ketika
aku kuliah. Ini berhubungan dengan
istilah yang baru kudengar waktu itu,
yaitu Mbambleh. Itu adalah masa
ketika aku dan beberapa temanku
dapat mengerjakan tugas-tugas kuliah
dengan brilian. Namun sayang
memang masih banyak yang tidak
mengerti kehebatan itu. Masih teringat
saat itu diantara kami sering
mengadakan rapat hanya untuk
menentukan dimana tempat makan
yang akan dituju. Lokasi rapat favorit
adalah tempat parkir, dan tidaklah
terlalu mengherankan jika itu
memakan waktu sampai 4 jam
dengan tanpa hasil. Tokh, jika pada
akhirnya tidak tercapai kata mufakat,
kami semua masih mempunyai
seorang teman baik hati yang selalu
mau memberi makan.
Rajin. Tentu saja rajin merupakan
kunci bagi keberhasilan kami, selain
mbambleh tentu saja. Seringkali kami
belajar (ber)kelompok disalah satu
rumah atau kos diantara kami
semalaman. Biasanya itu terjadi jika
ada tugas yang cukup berat yang
harus dilakukan dan membutuhkan
kekompakan. Dan focus makalah ini
adalah tentang pembagian waktu dan
metode pengerjaan tugas sehingga
hasil-hasil tugas kami selalu dapat
berarti bagi peradaban manusia.
Berikut detailnya.
Kami selalu memulai pengerjaan tuga
pada saat jam 5 sore. Dimulai dengan
Ishoma sampai jam 9 malam. Berisi
dengan jadwal berdoa kepada Tuhan
agar diberikan kemudahan dalam
mengerjakan tugas. Keimanan kami
tercermin dari mengulangnya mata
kuliah agama sampai 2 kali. Makan
juga kami tempatkan disini, karena
pasti konsentrasi akan terganggu jika
mengerjakan tugas dengan perut
kosong.
Jam 9-12 adalah masa pengumpulan
data. Seringkali kami membutuhkan
waktu untuk menggali inspirasi
dengan menggali data sebanyak-
banyaknya. Kita mengerti betul apa itu
pentingnya brainstorming, karena
itulah kami selalu membutuhkan
waktu yang banyak pada saat ini
untuk internetan, nonton TV kabel,
bahkan seringkali juga DVD film
terbaru dan komik. Kami semua
percaya bahwa semua hasil kreasi
manusia itu adalah sebuah kumpulan
ide yang berhasil dikejawantahkan.
Semua hal didalamnya berisi
informasi dan pelajaran, bagi mereka
yang mau mengamati dan berpikir.
Jam 12-2 adalah supper time. Setelah
brainstorming yang melelahkan, kami
membutuhkan sebuah dorongan
stamina dan semangat. Jus
merupakan pilihan yang sering kami
lakukan. Minum jus sambil keliling
Surabaya waktu malam merupakan
sebuah gelombang vitalitas bagi otak
yang telah diperas selama 3 jam. Ini
semua membuat fresh pikiran, dan
siap menelurkan ide-ide brilian yang
akan dikenang dalam peradaban.
Ledakan imajinasi sering terjadi pada
masa ini. Aku sangat yakin Leonardo
Da Vinci juga melakukan ini sebelum
berhasil membuat karya-karyanya,
cuma saja satu hal yang belum bisa
saya buktikan, apakah juga sudah
dikenal jus waktu itu.
Jam 2-4 dini hari. Pernahkah
mendengar tentang Alfin Toffler? Dia
yang menjelaskan teori tentang Third
Wave. Singkatnya kemajuan
peradaban dunia ini ditandai dengan
3 gelombang. Yang pertama adalah
tentang revolusi pertanian. Masyarakat
didunia mulai mengembangkan
pertanian sebagai sumber kemajuan.
Tahap kedua adalah industri. Dan
gelombang ketiga adalah informasi.
Banyak yang percaya itu adalah saat
ini. Tapi lebih dari itu, kami telah
mempercayai gelombang keempat,
yaitu kreativitas. Dengan alasan itulah
maka ide-ide yang sebelumnya
ditemukan dalam masa brainstorming
itu diolah secara sendiri-sendiri oleh
otak-otak kami yang telah di suntik
semangat tadi secara terpisah. Kami
masing-masing mempunyai waktu
bebas untuk melakukan kegiatan yang
ingin dilakukan untuk mengolah ide
itu. Ada beberapa diantara kami yang
bisa mengolah ide tatkala bermain PS,
maka dia akan bermain PS selama
masa ini. Ada yang bisa berpikir
tatkala tidur dan mengolah ide dalam
mimpi. Ada juga diantaranya yang
sholat. Tahajud? Bukan, tapi sholat
Isya yang terlalu malam. Namun ada
juga yang hanya perlu memakan
kudapan yang tersisa dalam supper
sebelumnya.
Jam 4-6 pagi adalah waktu
mengerjakan tugas yang
sesungguhnya. Dalam waktu inilah
peradaban dunia kami tentukan.
Dalam masa inilah sejarah kami
ciptakan. Di waktu inilah hasil-hasil
gemilang kami rajut. Di waktu inilah
masa depan kemanusiaan kami
tentukan. Dan jangan pernah heran
jika hasil yang kami capai selalu
brilian. Hanya saja memang beberapa
orang disekitar kami masih
membutuhkan waktu untuk mencerna
dan mengetahui betapa gemilangnya
hasil tugas kami, maka kami selalu
lapang dada untuk menunggu pikiran
mereka untuk lebih terbuka.
Pengetahuan yang mendobrak
memang selalu membutuhkan waktu
untuk mencapai kebesarannya.
Bukankah Galileo juga mengalaminya
seperti pada kisah tentang Illuminati
yang terkenal itu?
Demikianlah tahap demi tahap
tersebut. Dan karena hasil-hasil itulah
beberapa teman kami yang
sebelumnya tidak tergabung, saat ini
mulai bergabung. Bahkan saat ini
ketua Mbambleh telah dipilih dari
kaum “Muhajirin” tersebut.
Maka, atas nama peradaban manusia,
aku ucapkan selamat berkreasi. Satu
langkah kemajuan yang dicapai
seorang manusia merupakan beratus
langkah bagi peradaban manusia.

Me ... now posted at Jun 7, '09 8:09 AM in multiply

Pa kabar euy... lama ndak posting
Thanks pada para fans yang
mengikuti perkembangan saya selama
ini...
Uh hmm, maafkan atas keabsenan
selama ini, sedikit hal menghambat
saya untuk nge blog, dan kini sedikit
tulisan semoga dapat mengobati
kerinduan anda semua.. halah.
Saya akan bercerita tentang
perkembangan sakit saya. Minggu
kemaren saya menjalani operasi
penambahan plug in di tubuh saya
(ga ngerti tuh buat USB 2.0 ato masih
1.1). Operasi ini dilakukan oleh
seorang dokter di RS Lavalette (bukan
Lavayette, jg ga berhubungan dengan
revolusi Amrik atau Prancis). So, bye-
bye deh para suster RSI yang imut2
itu :(( Operasi ini dimaksudkan agar
saat dilakukan HD (Hemodialisis, buat
yg gaptek ma istilah dokter sebut aja
cuci darah) tidak perlu dilakukan
tusuk-menusuk lagi. Saya yakin anda
mengerti bahwa tusuk-menusuk ini
memberikan efek sakit luar biasa,
terutama jika bagian arteri (nadi) yang
ditusuk. Pada HD terakhir sebelum
pemasangan plug in ini, akibat sakit
tusukan tersebut tekanan darah saya
sempat mencapai diatas 230 - rekor
baru yang pernah saya rasakan.
Pemasangan plug in ini tidak seperti
halnya pada komputer, so ini mesti
dilakukan pembiusan (kalo istilah
kompie nya di disable dulu - bener
ga?).
Lokasi yang bisa dipilih untuk
pemasangan plug in ada dua,
pertama di bawah pundak dikit, atau
di leher samping. So pasti pinginnya
alat itu dipasang di bawah pundak,
soalnya bisa tetep mejeng ke mall
tanpa ketahuan khan... but ternyata
saat udah tergeletak lemas di kamar
operasi, dan dokter melakukan
layanannya, di kondisi anatomi
dibawah pundak kiri saya berbeda
dengan orang lain, arteri berada di
permukaan sedangkan vena (tanpa
Melinda) justru di dalam. Akhirnya
operasi aborted (ugh... dah di obrek2
padahal neh pundak).
" Aku akan tetap berlari hingga
hilang pedih peri" - kataku dalam hati
bertekad saat Dokter bertanya apakah
aku berani dilakukan operasi di
pundak kanan.
"Ya, kenapa ndak?" jawabku.
Ok, operasi kedua dilakukan. Setelah
dilakukan suntikan penghilang rasa
sakit yang menurut keterangan ibu
guru TK dulu kaya digigit semut,
dokter kembali mencari vena
dibelantara kumpulan tulang yang
berbalut daging dikit ini. Hasilnya?
sama. Arteri diatas, vena dibawah.
Operasi kedua gagal. Akhirnya hari itu
berakhir dengan kedua pundak di
bedah tanpa hasil dan akan dilakukan
operasi ketiga di leher. Jadi aku bisa
belajar " Being unique is not always
useful "
Besoknya, dengan kedua pundak
terluka, tapi masih dengan semangant
45, aku kembali datang ke Lavalette.
Jam 8 pagi sudah terbaring lagi di
kamar operasi. Dan berhasil!!!!! plug in
itu akhirnya installed dengan tanpa
hambatan.
Jam 9 pagi aku keluar kamar operasi,
sedangkan jadwal cuci darah hari itu
buat aku jam 11. So ada 2 jam
kosong. Perawat menawari untuk
istirahat di kamar operasi, tapi lihat
jarum, gunting, dan pisau itu malah
bikin perut mules. Jadi aku minta
keluar aja jalan-jalan, lanang kok.
Mall merupakan tujuan pertama. Abis
keluar kamar operasi dengan kursi
roda, aku menuju mobil dan
kemudian ke MOG (Malang Olympic
Garden), mall baru di Malang. Di lantai
1, OK. Muter-muter caper ma mbak2
yg jaga toko (lha gimana ternyata
MOG baru dibuka pada jam 10, dan
aku dah dateng jam 9.30). Naik lantai
2 masuk ke Giant, trus belanja sampe
lantai 2. Habis bayar dikasir duduk2,
eh lha kok langsung lemes. Kata papi
(:D) wajahku langsung putih. Kepaksa
minta tolong Pak Satpam, minta
dijemput kursi roda. Hancur dah
kesempatan mejeng gue pertama
kalinya ama plug in saya di Mall. Di RS
baru diketahui kalo HB saya drop
sampai tinggal 5, dan perlu dilakukan
transfusi.
Udah deh, sampe sini dulu ya... keep
in touch ya... salam kangen juga buat
semua...
eh btw tak kasih pic plug in nya ya :D
Plug in yang saya maksud saya kasih
kotak merah tuh

Maaf pic di sensor bagian muka
karena hanya untuk dewasa...


Arti sebuah kemenangan posted at Jan 10, '09 11:22 PM in muliply

Disuatu jaman yang jauh, disuatu
tempat yang juga jauh, di dataran
Cina, ketika negara itu masih
berbentuk sebuah monarki. Sebuah
kelompok bersenjata yang dipimpin
oleh seorang yang bijaksana,
mengembara keliling Cina untuk
menciptakan perdamaian. Pimpinan
tersebut selalu menjadi seorang
penengah pada semua pihak yang
bertikai, menjadi seorang negoisator,
mencoba menjadi kelambu diantara
dua nyala mata yang saling
mengancam.
Sebilah baja bisa ditempa untuk
menjadi sebilah keris, namun kadang
hati seseorang bisa lebih keras dan
kaku, dan tak ada empu yang sanggup
melunakkannya. Pada saat perang
adalah satu-satunya pilihan dari dua
kelompok yang sedang bertikai
tersebut, maka sang pemimpin
kelompok bersenjata tadi akan datang
pada kelompok yang lebih lemah,
membantu melawan kelompok yang
lebih kuat, sehingga sedapat mungkin
diantara dua kelompok bertikai
tersebut tercapai keseimbangan
kekuatan. Pemimpin tersebut percaya,
semakin berat sebuah kemenangan
diraih akan menjadikan hati seseorang
menjadi lebih bisa menghargai yang
lain.
Menang tanpa ngasorake, itulah
pepatah jawa yang telah terdengar
dari masa yang juga telah jauh.
Menggema sedemikian hingga saat ini.
Menang tanpa menghinakan yang
kalah, bukanlah berarti suatu bukti
kelemahan, justru sebuah bukti
kebesaran jiwa. Memang hal seperti
itu langka saat ini, namun bukankah
umumnya yang langka itu mahal dan
bernilai? Sejarah yang berkesan yang
kukenal sebagai perwujudan pepatah
ini adalah saat pidato Douglas
MacArthur di atas USS Missouri.
Dengan tanpa tanda pangkat dan
bintang di pakaiannya, dia berkata:
“…But rather it is for us, both
victors and vanquished, to rise to
that higher dignity which alone
befits the sacred purposes we are
about to serve…”
Kita ada di bumi yang sama, saat
senjata-senjata menjadi bisu, dan
perdamaian tercipta, itulah
kemenangan kedua belah pihak,
kemenangan seluruh umat manusia.
Menjadi seorang pemenang, dan
tetap menjaga kepribadian dititik
paling suci adalah lebih berat
daripada mencapai kemenangan itu
sendiri. Kemenangan bukanlah
perubahan yang kita maksud, namun
adalah kesempatan untuk melakukan
perubahan yang telah kita idamkan,
dan kata-kata ini begitu menggema
belakangan ini, kita tahu mengapa.
Kemenangan sendiri bukan sebuah
hasil, itu sebuah proses dengan derap
langkah yang terus menggema
menuju keadaan yang lebih baik.
Kemenangan adalah sebuah sayap
yang terus mengepak, kemenangan
adalah sebuah mesin yang terus
menderu. Kemenangan bukanlah saat
bendera telah ditancapkan di Iwo
Jima, atau ketika proklamasi
dibacakan, kemenangan adalah ketika
kita berhasil menjaga tindakan kita
sesuai dengan harapan dan cita-cita
yang telah ditetapkan. Kita bisa
bercermin apa yang dikatakan
seorang Aristotle pada Iskandar
Zulkarnanen, “Bukanlah sepotong hari
cerah dan seekor burung layang-
layang yang menjadikan sebuah
musim dingin menjadi musim semi”
Namun pada akhirnya kita masih
bertanya, Shinta yang berhasil direbut
Rama sebagai lambang kemenangan
kebenaran melawan
keangkaramurkaan, kenapa mesti
dibakar dan dibuang? Akankah itu
berarti pertanyaan akan terus ada,
seiring dengan kemenangan itu
sendiri?

“Sadjak Buat Anak-anak” posted at Jul 6, '07 9:20 AM in multiply

Kalau kutahu adanja
hubungan antara bintang dan
matamu
Adalah hatiku, njala jang
menerangi gelita duka
Kadang kulupakan bahwa
akupun seorang penghuni
di Dunia Ajaib tempat kita
bersaudara dengan binatang
dan bunga
Saini K.M , 1962

Apa aja yg penting nulis posted at Oct 4, '06 1:20 PM in multiply

=== Draft ini ditulis tahun 2006, di
jaman kegelapanku, baru sekarang
diposting ====
hari ini aku baca sebuah artikel
tentang psikologi......isinya tentang
kutu anjing yang bisa meloncat 300
kali tinggi tubuhnya,....uhm kukira
yang suka kungfu boy pasti udah
ngerti cerita ini, saat si Chinmi belajar
ilmu pada gurunya.....
Apa seh istimewa sang kutu hingga
mesti manusia sang makhluk paling
pandai ini belajar padanya? Secara
langsung sang kutu kupret emang ga
ngajarin yang bener, tapi justru dari
kesalahan tersebut kita justru bisa
belajar, ini mungkin yang dibilang
pembelajaran terbalik. Pembelajaran
yang dilakukan dari kesalahan.
Konon, dan nggak cuma mitos, sang
kutu tuh sanggup ngloncatin
temennya yang numpuk sampe 300.
Dan kita ga perlu tahu setinggi mana
tumpukan 300 kutu tersebut atau
malah sibuk dengan ngumpulin kutu
terus numpuk satu-persatu. Kutu
tersebut sanggup meloncat tinggi
karena dia melihat dan belajar dari
eyang2nya yang hidup bebas
meloncat kesana-kemari cari
tebengan anjing yang ga pake Peditox.
Tapi, kekuatan melompat seperti itu
bukankah adalah fitrah yang turun
bersamaan dengan kelahiran makhluk
ke dunia? Sebagian benar dan
sebagian tidak. Seperti pada kasus
sang kutu, alkisah, dia tertangkap
seorang psikopat yang kemudian
memasukkan dia ke dalam kotak
korek api selama 2 minggu. Dua
minggu tersebut dihabiskan dengan
melompat setinggi-tingginya, tapi
siapa nyana ternyata sang kutu
terbentur dinding atas korek,
terbentur, dan terus berulang hingga
mengira bahwa itulah ketinggian
maksimum yang dapat dicapainya.
Akhirnya masa pembebasan tiba,
sang psikopat mengeluarkan kutu
tersebut, dan kutu tak lagi dapat
melompati 300 tumpukan kutu,
cuman bisa setinggi korek api
tersebut.
Apa nilai yang bisa dipetik? bisa
dikatakan bahwa kemampuan
sesungguhnya kutu telah hilang dan
telah mengkotakkan pikirannya pada
ketinggian korek api, telah hilang
sebagian dari kemampuan fitrahnya.
Pesan (M)oral: jangan menjadi
makhluk yang nggateli seperti kutu.

Makan pagi posted at Jun 17, '06 11:23 PM

Mungkin hidup ini akan damai jika
semua orang tak ribut membicarakan
tentang perbedaan. Akan
menyenangkan jika semua orang
duduk tenang makan pagi didepan TV
sambil melihat siaran ulang
pertandingan piala dunia. Tetapi
apakah mungkin ??? saat semua
kepentingan masih bertabrakan, saat
sifat permusuhan dan iri hati masih
subur menjamur?
Kita tak bisa menjadi Gandhi,
bahkan hanya salah satu dari kita.
Tetapi bukanlah alasan jarak waktu
yang memisahkan kita dengan tokoh
spiritual tersebut, yang telah
mengajarkan bagaimana mengalah
dan hidup sederhana untuk menang,
yang menjadi alasan untuk kita saling
berperang dan saling mengalahkan
satu sama lain. Alasan utama adalah
kita sudah punya sifat bermusuhan itu
dari saat kita lahir. Dan perang batin,
secara pasti, dimenangkan oleh sifat
kita yang ingin berkuasa. Maka ilmu
politik lahir, berbicara banyak tentang
mimpi dan harapan kepada rakyat
kecil yang mendongak hormat kepada
mereka yang berdiri di panggung.
Lalu apa hubungannya dengan
makan pagi? hal yang aneh bukan jika
berhubungan, dan ternyata juga
emang g ada hubungannya. ^_^

Tuesday, June 10, 2008

Menatap sepi dalam samarku,
setangkup wajah muram mengambang dalam sekerlip lilin caya.
Membenum rindu tinggi-tinggi
dan kamu bertahta dalam derap waktu, dalam desah galau.

Friday, July 06, 2007

Sebuah lilin kecil ingin bicara lebih banyak arti daripada sebuah nyala kerdip di remang malam. Tapi apalah daya saat angin badai memupuskan segala harapnya. Hingga akhirnya seorang gadis kecil datang padanya membawa sekotak korek api dan menyalakannya kembali. Sambil menari, dia menyanyi di sekeliling lilin itu. Akankah semua kebahagiaanku karena dapat memberinya cahaya ini akan direbut mentari? Tanya lilin dalam hati, tatkala sinarnya membuat nyalanya tak lagi berarti? Akankah semua pengorbanannya dengan membakar dirinya hanya menjadi cerita bagi kesesaatan saja bagi gadis kecil itu? Dan ketika mentari telah kembali datang, dia hanya lilin, cuma lilin yang telah meleler badannya di tanah yang berdebu.

Percintaan

"untuk Saini sang platonis"

ada keterbatasan dalam diri yang memaksa aku menjadi gila,
semua beranjak dalam jejak batu yang mengeras dalam sejarah,
semua kepatuhan yang lepas mengembara dengan sayap pincang,
dalam kesendirian, dalam kesepian, dipuja oleh angan malam.

namun kita, bersama, mencoba melangkah lepas dari muara angan,
dengan bayang yang menyalib dirinya pada percintaan,
tapi kita tak sendiri, beregu menuju perindraan baru,
memuja-muja, memimpi-mimpi, mengharap-harap dalam bisu,
memahami kecantikan dan rasa sayang dengan darah dan nyawa.

Menunggu bulan terpahat

Aku Jatuh Cinta? aku tak percaya itu semua terjadi padaku. Aku Pygmalion yang sombong, egois dan gila ini telah takluk pada wanita?. Memang semua bisa terjadi di dunia ini, dan ini adalah salah satu dari yang aneh tersebut. Seorang wanita yang ayu dan anggun telah masuk dan berkuasa di istana jiwaku. Aku mungkin memang orang yang bodoh di dunia ini hingga aku tak tahu bahwa diriku sendiri telah jatuh cinta. Ketika aku pertama kali melihat dia si Venus yang anggun, ada perasaan aneh yang menjalar di dalam aliran darah buas yang mengalir lepas dari hatiku. Aku tak pernah menganggap itu adalah cinta, dan sampai sekarang pun aku tak pernah tahu perasaan apa itu.

Jika memang aku jatuh cinta, maka harusnya aku akan menjadikan dia kekasihku, menemaninya memangku cinta dalam hati dan meminang seluruh jiwanya agar takluk dalam kesepakatan sakral itu. Tapi aku tak pernah sanggup menjadikan aku rajanya, aku hanya sanggup menjadikan dia ratuku. Ratuku, aku ingin selalu menyebutnya begitu, terlalu berarti untuk hanya jadi wanita yang menghabiskan waktunya bersama aku yang tak berarti ini. Untuk rasa sayang dan cinta ini, aku akan memahatkan wajahnya di rembulan, agar nanti aku dapat melihat wajahnya dalam setiap purnama. Aku bayangkan nanti aku duduk di telaga sepi berteman dengan binatang malam yang meringkik sunyi menemaniku menatap wajahnya di purnama yang memancar cahya emas.

Sombong, memang aku sombong, aku selalu tahu hal itu tapi tak pernah bisa menghentikannya. Aku selalu berkata aku akan membangun istana besar di tengah padang luas. Dengan taman bunga yang indah warna pelangi sehingga burung-burung terbang dan hinggap menikmati keindahan itu tanpa takut untuk ditangkap dalam sangkar sempit yang pengap. Apalagi di istana itu? Tidak lain adalah angin sepoi dari barat yang selalu bertiup memberitakan kebahagiaan dan berita suka cita membelai rambut dan wajah setiap insan. Di istanaku itu nantilah aku ingin memiliki seorang wanita yang menjadi ratuku, ratu yang bertahta di istanaku, juga dihatiku.

Keabadianku

Aku terus berpikir akankah kebodohan ini yang akan berkuasa. Bertahta di malam dan siang dalam pancaran mentari. Bersembunyi di bawah sadar dan menikamku ketika aku sedang sibuk berlari mengejar mimpi. Aku tahu, aku takkan pernah berhenti berlari hingga tanah berdebu dibawahku basah oleh keringatku. Dan saat itu aku mungkin masih saja bodoh mencoba untuk menatap mentari. Mengepalkan tanganku dan memukul bayang-bayang.

Orang lain yang lewat dikiri kanan berlalu saja seperti awan, hujan pun enggan untuk mengakhiri rasa gersang dan kesendirian walaupun hanya berupa suara rintik di kejauhan. Ah entahlah, aku memandang laut luas dihadapku tanpa pernah mencoba untuk menyeberanginya, walaupun aku tahu disana, padang hijau dan rintik hujan dan angin selalu berhembus dalam setiap detak jantung. Ketakutanku akan perwujudan perjuangan itu menenggelamkan aku dalam lautan mimpi yang dalam. Aku coba berenang dan pergi, tapi ternyata di dasarnya lebih baik daripada aku tersengat matahari yang panas. Sehingga aku lebih senang menjadi bodoh dan memuja-muja mimpi.

“Sadjak Buat Anak-anak”

Kalau kutahu adanja hubungan antara bintang dan matamu

Adalah hatiku, njala jang menerangi gelita duka

Kadang kulupakan bahwa akupun seorang penghuni

di Dunia Ajaib tempat kita bersaudara dengan binatang dan bunga


Saini K.M, 1962
Hhhhrrrrrrrgggghhhhhhhh

pernahkah kau berpikir bodoh... maksudku jika kamu mencintai seseorang dan memberikan seluruh hatimu.... sedangkan dia tidak mencintaimu?

Yang membuat setiap mimpi bertemu dengannya yang seharusnya menjadi sebuah mimpi indah menjadi mimpi buruk, sebab kamu akan terbangun dengan rasa rindu dan kalah, karena kamu tahu bahwa dia tidak disisimu..bahkan tidak mencintaimu.... seperti sesosok hantu malam yang ingin mencari jalan keluar dari kegelapan, walau dia tahu sinar mentari hanya akan membuatnya sirna dan menderita....

aku pernah... dan tak ingin mengulanginya....tapi itu bukan berarti bahwa lepas semua perasaan ini... hanyalah api dalam sekam... membara meski tak tampak dari luar. Siapa yang tahu sinar sorga jika ia tak pernah mati? Aku pun akan selalu tenggelam dalam kesepian.....

Betapa rindu benar akan datangnya dia, namun apakah ini berarti aku gila? Siapa yang dapat menyalahkan seorang yang jatuh cinta? Kita orang lepas, dan akan selalu bicara tentang kebebasan.....

Walau mungkin dalam malam dapat terlihat venus yang anggun di langit.... namun adakah jiwamu dapat mencapainya? bahkan sekedar dalam mimpinya? kamu hanyalah angin barat yang menerbangkan debu kasar dari padang gurun yang panas....
Pesolek liar

hari ini aku berdandan, walau aku tak suka, aku tak peduli. Sebab ini hari tidak biasa, ini
hari istimewa. aku ingin tampak lain, ingin menjadi orang lain. menjadi orang yang
dicintainya, yang tak pernah bisa untuk kulewati dalam setiap mimpi.

Untuk semua itu aku berdandan, menata letak dasi kupu-kupu, menata hati untuk menemu
takdir. Dengan pakaian biru aku mengaca. dalam wajah lain yang terencana, dan aku tak
mengenalnya. aku bawa segala yang aku punya. yang terendahkan dan tersimpan dalam.
dibawa berat bersama langkah yang ragu.

ketakutan itu, ketakutan yang kini meraja. Untuk ada rasa lemah, takut, ragu. Dan aku
adalah jiwa satria yang luka.
"cinta merupakan cermin bagi seseorang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahui watak dan kelemahlembutannya dirinya dalam citra kekasihnya.
karena sebenarnya dia tak jatuh cinta kecuali pada dirinya sendiri."
Seperti ini sajakah kisah tentang negeri?
Orang mati dan bangkainya menyebar bisu
Lalu apakah tongkat kayu dan batu akan selalu jadi abu?
Semua mengambang kaku. juga Tanyaku.

Di atas bukit nanti aku akan selamat dari badai
Menyemai mimpi di bawah kaki-kaki sendiri
Sampingnya tentang ilalang tentang jangkrik dan belalang
Bersama menyanyi rasa piala sakit yang digiliri
Satu-satu mati dari sadar, dipendam dalam nisan tak terpahat

28 Dec, 2004 - Cerita tentang Tsunami
hari hari sendiri, seperti terbiasa menganyam waktu. Membantu untuk belajar tentang rasa sesal, dan hanya itu. Kita masih sama belajar tentang arti hidup, arti cinta, sedang banyak orang mati sambil tetap bertanya-tanya.

Anjing gila takkan pernah tahu kapan ia dilahirkan, untuk mengenang umurnya hanya saat ia mengenyam malam menjadi duka. Dan setiap orang yang berpikir dia seorang waras, dia hanya menjadi penyela yang kehilangan kata-kata. Jika kamu lihat dia menari dalam gerakan yang aneh, dia sebenarnya hanya mencoba untuk memuja kegilaannya dalam kehidupannya, dalam waktu yang tak pernah melahirkannya.

Tak usah bersedih untuknya, karena dia berlari menuju mimpi malam yang tak pernah terwujud dalam kenyataan. Dia tersenyum sambil menginyam kuat lidahnya agar tak bicara lagi tentang kebohongan, kemunafikan. Dia berharap kelahirannya akan segera datang, sehingga dia dapat melihat mentari pagi dengan sinar emasnya sendiri.

Jika melihatnya mengais-ngais sampah dalam kemuraman wajah malam, mungkin banyak orang yang berpikir tentang kemiskinan yang dideritanya, tapi cobalah tanyakan kepadanya arti kekayaan, mungkin jawabannya akan meyakinkanmu akan kegilaannya itu. “Kekayaan adalah sampah yang berisi kumpulan tulang”.

Sudahkah kau cukup melihatku terluka dengan kaki-kaki yang pincang. Dan disitu senyummu mengambang seperti awan melipat wajah dilangit yang luas. Aku ingin bicara padamu tentang arti kesucian, kesetiaan dan pengorbanan jika saja kau mau mendengarnya. Dengar itu dan biarlah lewat menderu, karena habis ini takkan ada lagi yang lewat dibukit sepi itu. Suara mendayu dan memohon takkan lagi kuperdengarkan untukmu. Untukmu hanya akan kuberi cerita tentang malam yang selalu kesepian, tentang rasa aneh yang menjalar diatas tanah bebatuan dan rumput yang becek kehujanan.

Kau seperti bidadari yang turun dari kahyangan bersama pelangi, lalu hilang setelah gerimis pergi. Tapi sebenarnya ada, atau mungkin banyak, sisa yang kau tinggalkan. Juga rindu di jiwa yang membeku di genderang suara kepak sayap anggunmu. Beribu mataku seperti belalang tak henti-henti menikmati indahmu, sampai akhirnya genderang dari tambur kelam terpaksa menyerahkanmu pada gelap. Kegelapanku.

Sekarang yang ada adalah selembar bulu dari sayapmu yang jatuh dipangkuanku ketika aku tidur di dipan kayu. Juga harum wangi indah tawa dan senyummu yang terpahat kaku dalam kalbu. Dengan selembar bulu itu, aku coba menirumu mengepak-ngepakkannya untuk menyusulmu terbang. Tapi suara kepakannya tak lebih keras dari suara tawa burung pipit yang menertawakan kebodohanku.

Mengapa aku mencintaimu? Aku tak pernah tahu. Dan ketika aku tanya hal itu padamu, kau menjawabnya, “Seekor binatang lebih tahu darimu”. Akankah aku sepandai itu menerjemahkan kalimatmu hingga menyimpulkan bahwa aku tak berhak tahu akan diriku sendiri yang jatuh cinta padamu?

Sampai kapan dan dimana ujung pelangimu? Akan kuikat disana ujungnya dengan nyawa agar tak lepas meskipun gerimis telah pulang. Dan nanti aku akan meniti setiap warnanya untuk menemuimu, jika kau sudi menerimaku. Sebagai persembahanku kubawakan untukmu, kesombongan. egois dan sebuah kalung dari rangkaian batu kali sebagai lambang kemiskinanku. Ataukah kau ingin kuberikan seikat kembang bangkai sebagai pengharum istanamu?

Mungkin aku lebih baik berkumpul dengan elang-elang laut yang menertawai nasibnya, sembari omong kosong bahwa besok angin muson dari barat akan membawa perubahan nasib. Yang membawa emas dari batu-batu kali?.

Bantu aku membuang diriku, Aku benci diriku

Aku tahu bahwa aku ini bodoh sekali, tapi kenapa aku masih saja suka berkoar tentang hebatnya aku. Mbok ya aku ini ditegur atau dikasih pelajaran sekalian biar kapok, atau paling tidak kasih saja aku kaca biar anak goblok ini bisa bercermin.

Aduh kenapa sih kamu ? kok kamu gak risih liat orang kayak aku di dunia ini, bukannya aku cuma bisa bikin kotor duniamu saja. Kirim donk aku ketempat dimana tawa tak ada lagi, biar ada cuma sepi. Dan akupun tak akan pernah peduli. Laparku, tangisku, dukaku semua milikku, dan tak pernah aku mengijinkan kamu memilikinya, sebab cuma itu yang aku punya. Masak kamu masih tega merebutnya ?

Biarpun begini aku masih punya hati nurani lho. Aku nggak suka dilangkahi, aku nggak suka dikhianati, aku juga nggak suka cuman jadi alat bagi penguasa untuk cari muka. Yah memang sih aku ini udah nggak punya muka lagi, jadi mereka yang coba manfaatin aku untuk cari muka ya nggak dapat apa-apa. Kasihan deh lu.

Hebatnya lagi, meskipun aku ini bodoh, tolol, pengecut, jelek dan kasta budak, tapi aku ini sombong banget. Aku ini egois banget, aku nggak mau ngertiin adanya bom atom atau perang nuklir. Bahkan tahu nggak waktu bom atom meletus di jepang waktu itu, aku cuman nyantai baca koran kumal tentang wts yang digerebek sampai nyebur got sambil menikmati sedapnya susu yang mulai basi.

Heheheee ada ada saja kamu, kok nanyain pekerjaanku segala. Tapi ya gak apa-apa kok, juga baru kali ini ada pertanyaan macam itu. Aku ini kerjanya gak pasti, mirip aku yang totally nomaden juga. Pagi bisa nyuri, malamnya nggarong, kalau masih ada waktu biasanya nyopet di bus kota, kalau nggak malah yang kena copet. Tapi biasanya kalo ada yang mau copet udah kuberitahu dulu kalo aku ini gembel, jadi ya nggak punya apa-apa. Kasihan khan nyopet susah-susah tapi gak dapat apa-apa, kalo keatahuan di massa lagi. Gimana donk nanti nasib anak istrinya ? eh iya ya aku bisa pengertian juga ya sama orang lain. Mana ada sih ada orang sebaik aku ini hingga mau merhatiin nasib copet segala.

Udah deh, cepet kamu tulis ini di surat kabarmu, biar cepat dunia tahu tentang aku dan cepat menyingkirkan aku. Bantu aku membuang diriku, Bantu aku membenci diriku. Bantu aku lari di lorong duka bersama tangis takdir yang fakir. Bantu aku ya. Please!! Aku tahu kamu orang yang lebih tahu tentang kebenaran, keadilan dan kepercayaan daripada aku.

Salamku pada pelangi malam yang berkerudung.

Aku pikir aku sudah gila

Baiklah ia yang mendasar dari mimpi yang tanggal
Dari siapa yang mengakari aku dengan memuja
Katakan dengan keras tentang rasa rindu, dan hati yang meranggas
Lupai aku dengan rasa salah tak bertahan

Wednesday, May 30, 2007

Suatu waktu, saat aku berjalan di jalanan sepi di kampung kelahiran. Ada hal yang tak pernah kutemukan di kota tinggalku, Surabaya. Langit yang bertabur bintang, gemericik sungai mengaliri sawah, suara jangkrik dan udara yang segar.
Apakah ini cuma sebagai sebuah romantisme yang kembali muncul, saat kita telah merasa jauh dari hal-hal seperti itu dan tiba-tiba dihadapan kita berdiri lagi sosok itu? Sebuah keadaan yang membawa emosi pribadi tiap orang dengan suatu keadaan yang hilang dan baru ditemukan kembali. Untuk itu kita akan menemukan alasan kuat kenapa setiap ada kesempatan, semodern apapun sebuah kota atau masyarakat, akan mencoba kembali ke masa lalu, walau cuman seperti sebuah rumah singgah yang tak akan ditinggali selamanya.

Sebuah sejarah tersimpan disitu, diantara lapak2 pasar tradisional tempat dulu menggandeng tangan ibu, diantara pematang sawah tempat terpeleset ke lumpur, di bangunan tua gedung SD. Kita telah melalui itu, dalam suatu proses yang seakan terjadi begitu saja. Lama memang prosesnya, namun gemanya tak lagi nyaring. Hanya sebuah sebuah potret buram yang kabur.

Ini sejarah kecil, takkan ada dalam buku "Sejarah untuk Sekolah Menengah", tak akan pernah ditemukan diantara tumpukan buku di British Museum ataupun arsip nasional RI. Namun itu berharga, bagi tiap pelakunya. Dan kadang lebih bergema dari gaung sejarah kemerdekaan. Gema yang lemah, namun kuat tertambat.

Friday, March 02, 2007

Kau pikir ini ombak? Bukan, ini cuman desir angin.
Kebiasaanmu mendengar dalam sepi telah membesarkan anggapan akan sesuatu. Jika itu gemericik air pastilah kamu katakan itu banjir. Lalu apakah es akan kau anggap sebagai api yang beku?
Tanyalah dirimu sendiri, karena pada jiwamulah letak semua kebenaran. Dan ketika kamu tenggelam, pada ombak desir anginmu, kamu sebenarnya tetap ditempatmu, dengan mata sayu dan jiwa yang hampir mati.