Wednesday, May 30, 2007

Suatu waktu, saat aku berjalan di jalanan sepi di kampung kelahiran. Ada hal yang tak pernah kutemukan di kota tinggalku, Surabaya. Langit yang bertabur bintang, gemericik sungai mengaliri sawah, suara jangkrik dan udara yang segar.
Apakah ini cuma sebagai sebuah romantisme yang kembali muncul, saat kita telah merasa jauh dari hal-hal seperti itu dan tiba-tiba dihadapan kita berdiri lagi sosok itu? Sebuah keadaan yang membawa emosi pribadi tiap orang dengan suatu keadaan yang hilang dan baru ditemukan kembali. Untuk itu kita akan menemukan alasan kuat kenapa setiap ada kesempatan, semodern apapun sebuah kota atau masyarakat, akan mencoba kembali ke masa lalu, walau cuman seperti sebuah rumah singgah yang tak akan ditinggali selamanya.

Sebuah sejarah tersimpan disitu, diantara lapak2 pasar tradisional tempat dulu menggandeng tangan ibu, diantara pematang sawah tempat terpeleset ke lumpur, di bangunan tua gedung SD. Kita telah melalui itu, dalam suatu proses yang seakan terjadi begitu saja. Lama memang prosesnya, namun gemanya tak lagi nyaring. Hanya sebuah sebuah potret buram yang kabur.

Ini sejarah kecil, takkan ada dalam buku "Sejarah untuk Sekolah Menengah", tak akan pernah ditemukan diantara tumpukan buku di British Museum ataupun arsip nasional RI. Namun itu berharga, bagi tiap pelakunya. Dan kadang lebih bergema dari gaung sejarah kemerdekaan. Gema yang lemah, namun kuat tertambat.