Friday, July 06, 2007

Sudahkah kau cukup melihatku terluka dengan kaki-kaki yang pincang. Dan disitu senyummu mengambang seperti awan melipat wajah dilangit yang luas. Aku ingin bicara padamu tentang arti kesucian, kesetiaan dan pengorbanan jika saja kau mau mendengarnya. Dengar itu dan biarlah lewat menderu, karena habis ini takkan ada lagi yang lewat dibukit sepi itu. Suara mendayu dan memohon takkan lagi kuperdengarkan untukmu. Untukmu hanya akan kuberi cerita tentang malam yang selalu kesepian, tentang rasa aneh yang menjalar diatas tanah bebatuan dan rumput yang becek kehujanan.

Kau seperti bidadari yang turun dari kahyangan bersama pelangi, lalu hilang setelah gerimis pergi. Tapi sebenarnya ada, atau mungkin banyak, sisa yang kau tinggalkan. Juga rindu di jiwa yang membeku di genderang suara kepak sayap anggunmu. Beribu mataku seperti belalang tak henti-henti menikmati indahmu, sampai akhirnya genderang dari tambur kelam terpaksa menyerahkanmu pada gelap. Kegelapanku.

Sekarang yang ada adalah selembar bulu dari sayapmu yang jatuh dipangkuanku ketika aku tidur di dipan kayu. Juga harum wangi indah tawa dan senyummu yang terpahat kaku dalam kalbu. Dengan selembar bulu itu, aku coba menirumu mengepak-ngepakkannya untuk menyusulmu terbang. Tapi suara kepakannya tak lebih keras dari suara tawa burung pipit yang menertawakan kebodohanku.

Mengapa aku mencintaimu? Aku tak pernah tahu. Dan ketika aku tanya hal itu padamu, kau menjawabnya, “Seekor binatang lebih tahu darimu”. Akankah aku sepandai itu menerjemahkan kalimatmu hingga menyimpulkan bahwa aku tak berhak tahu akan diriku sendiri yang jatuh cinta padamu?

Sampai kapan dan dimana ujung pelangimu? Akan kuikat disana ujungnya dengan nyawa agar tak lepas meskipun gerimis telah pulang. Dan nanti aku akan meniti setiap warnanya untuk menemuimu, jika kau sudi menerimaku. Sebagai persembahanku kubawakan untukmu, kesombongan. egois dan sebuah kalung dari rangkaian batu kali sebagai lambang kemiskinanku. Ataukah kau ingin kuberikan seikat kembang bangkai sebagai pengharum istanamu?

Mungkin aku lebih baik berkumpul dengan elang-elang laut yang menertawai nasibnya, sembari omong kosong bahwa besok angin muson dari barat akan membawa perubahan nasib. Yang membawa emas dari batu-batu kali?.

No comments: